Profil Desa Nusadadi

Ketahui informasi secara rinci Desa Nusadadi mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Nusadadi

Tentang Kami

Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh, Banyumas, merupakan lumbung pangan vital yang tangguh. Dikenal dengan produksi padinya yang melimpah dan tradisi budayanya yang unik, masyarakatnya terus berinovasi dalam pertanian dan kerajinan di tengah tantangan banjir

  • Lumbung Pangan Utama

    Dengan hamparan sawah irigasi yang luas, Nusadadi adalah salah satu produsen padi terbesar di Kecamatan Sumpiuh, menjadi pilar utama ketahanan pangan lokal.

  • Tangguh Hadapi Bencana

    Berada di dataran rendah yang rawan banjir, masyarakat Nusadadi telah mengembangkan resiliensi dan kearifan lokal dalam menghadapi serta beradaptasi dengan bencana alam yang terjadi secara periodik.

  • Kekayaan Tradisi dan Kerajinan

    Desa ini menjadi rumah bagi tradisi budaya kuno seperti ritual Cowongan dan seni pertunjukan Ebeg, serta menjadi pusat kerajinan anyaman bambu, terutama besek (wadah anyaman).

Pasang Disini

Di dataran rendah yang subur di sisi tenggara Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, terhampar sebuah desa yang kehidupannya menyatu dengan ritme alam. Desa Nusadadi, sebuah nama yang mungkin terdengar sederhana, sesungguhnya menyimpan denyut nadi agraris yang kuat, resiliensi masyarakat yang teruji zaman dan kekayaan tradisi yang terus dijaga. Dikenal luas sebagai salah satu lumbung padi utama di wilayahnya, Nusadadi adalah potret perjuangan dan adaptasi, di mana masyarakatnya belajar untuk hidup harmonis dengan tanah yang memberi mereka kemakmuran sekaligus tantangan berupa banjir tahunan.

Dengan luas wilayah mencapai 304 hektare, Desa Nusadadi secara administratif terbagi ke dalam 4 Rukun Warga (RW) dan 21 Rukun Tetangga (RT). Sebagian besar bentang alamnya didominasi oleh sawah irigasi yang menjadi tulang punggung kehidupan. Namun posisinya yang berada di dataran rendah, diapit oleh aliran Sungai Reja dan dekat dengan muara Sungai Angin, menempatkannya pada posisi yang rentan terhadap luapan air. Kondisi geografis inilah yang pada akhirnya membentuk karakter, kearifan lokal, dan semangat gotong royong masyarakat Nusadadi dalam menghadapi setiap tantangan, sambil terus mengolah potensi besar yang mereka miliki di bidang pertanian, kerajinan, dan budaya.

Sejarah dan Pemerintahan: Melayani di Garis Depan Bencana

Sejarah Desa Nusadadi tidak dapat dilepaskan dari pembentukan komunitas agraris yang memilih menetap di lahan subur untuk bercocok tanam padi. Nama "Nusadadi" sendiri, yang dapat diartikan sebagai "pulau yang jadi" atau "daratan yang terbentuk," seolah merefleksikan kondisi geografisnya yang dikelilingi oleh aliran air dan kerap tergenang layaknya sebuah pulau saat musim hujan tiba. Dari generasi ke generasi, masyarakatnya telah belajar membaca tanda-tanda alam dan membangun sistem sosial yang adaptif terhadap lingkungannya.

Pemerintahan Desa Nusadadi, yang kini dipimpin oleh Kepala Desa Tulus, memegang peranan vital tidak hanya dalam administrasi kependudukan dan pembangunan, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam manajemen bencana. Isu banjir bukan lagi menjadi kejadian luar biasa, melainkan sebuah siklus tahunan yang membutuhkan kesiapsiagaan konstan. Setiap tahun, terutama saat curah hujan mencapai puncaknya, pemerintah desa bersama lembaga terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Tagana, dan relawan lokal, harus berjibaku melakukan evakuasi warga, mendirikan dapur umum, dan mendistribusikan bantuan logistik.

Salah satu fokus utama pemerintah desa ialah memastikan keselamatan warga di area-area paling rentan seperti Grumbul Nusapeninda. Pengalaman menghadapi banjir besar, seperti yang terjadi pada Maret 2022 di mana ratusan rumah terendam dan warga harus mengungsi, telah mempertajam kemampuan mitigasi dan respons bencana. Pembangunan infrastruktur seperti peninggian jalan, penguatan tanggul, dan normalisasi saluran air menjadi prioritas utama dalam alokasi Dana Desa. Di luar penanganan bencana, pemerintah desa juga aktif menjalankan program pembangunan lain, termasuk pemeliharaan infrastruktur jalan desa dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan ketahanan ekonomi warga.

Potensi Ekonomi: Lumbung Padi dan Kreativitas Anyaman Bambu

Kekuatan ekonomi utama Desa Nusadadi terletak pada sektor pertanian. Hamparan sawah yang luas dan subur menjadikan desa ini sebagai salah satu produsen padi terbesar dan terpenting di Kecamatan Sumpiuh. Bagi sebagian besar penduduk, sawah bukan hanya ladang pekerjaan, tetapi juga sumber kehidupan dan penopang ketahanan pangan keluarga. Selain padi, para petani di Nusadadi juga menanam komoditas lain seperti cabai dan palawija saat kondisi musim memungkinkan, menunjukkan fleksibilitas mereka dalam mengoptimalkan lahan.

Namun, ketergantungan pada sektor pertanian yang rentan terhadap gagal panen akibat banjir mendorong masyarakat untuk mengembangkan sumber ekonomi alternatif. Dari sinilah kreativitas warga dalam bidang kerajinan tangan muncul dan berkembang. Nusadadi dikenal sebagai salah satu sentra perajin anyaman bambu, dengan produk utamanya adalah besek. Besek, wadah anyaman bambu berbentuk kotak, memiliki nilai budaya dan ekonomi yang tinggi. Kerajinan ini sering digunakan sebagai kemasan makanan tradisional seperti jenang, nopia, atau untuk wadah oleh-oleh, menjadikannya produk yang ramah lingkungan dan terus diminati.

Para perajin, yang mayoritas adalah ibu rumah tangga, mengerjakan anyaman ini di sela-sela waktu mereka, memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan keluarga. Selain besek, mereka juga membuat berbagai produk anyaman lain seperti tampah, kalo (saringan santan), dan perabotan rumah tangga lainnya. Geliat ekonomi kerakyatan ini menjadi bukti bahwa di tengah tantangan alam, inovasi dan keuletan mampu menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan, menggerakkan roda perekonomian dari lingkup terkecil, yakni rumah tangga.

Denyut Kebudayaan: Merawat Tradisi Cowongan dan Ebeg

Di tengah modernisasi, masyarakat Desa Nusadadi tetap teguh memegang dan merawat warisan budaya leluhur. Desa ini menjadi salah satu dari sedikit tempat di Banyumas di mana tradisi kuno masih hidup dan sesekali dipentaskan. Salah satu ritual yang paling unik dan sarat makna adalah Cowongan. Ini merupakan sebuah ritual meminta hujan yang telah diwariskan secara turun-temurun, biasanya digelar saat musim kemarau panjang melanda.

Ritual Cowongan menggunakan properti utama berupa siwur (gayung dari tempurung kelapa) yang didandani menyerupai boneka perempuan dan dihiasi aneka bunga. Diiringi lantunan kidung-kidung kuno dalam bahasa Jawa, para pelaku ritual yang seluruhnya adalah perempuan akan melakukan serangkaian prosesi hingga siwur tersebut diyakini kemasukan roh dan bergerak sendiri, menari-nari, dan pada puncaknya akan menunjuk sumber air. Meskipun kini jarang dilakukan karena perubahan zaman, pengetahuan dan ingatan kolektif tentang Cowongan masih tersimpan di kalangan tetua desa sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Nusadadi.

Selain Cowongan, kesenian rakyat yang populer dan sering ditampilkan adalah Ebeg atau kuda lumping. Kesenian yang memadukan tarian, musik gamelan, dan unsur magis ini menjadi hiburan favorit masyarakat dalam berbagai perhelatan, seperti hajatan, syukuran, atau perayaan hari besar. Keberadaan grup-grup Ebeg di desa menunjukkan bahwa regenerasi seniman terus berjalan. Kesenian ini tidak hanya berfungsi sebagai tontonan, tetapi juga sebagai media untuk mempererat ikatan sosial dan melestarikan ekspresi budaya khas Banyumasan di tengah-tengah masyarakat Nusadadi.

Tantangan dan Harapan: Hidup Berdampingan dengan Air

Tantangan terbesar dan paling nyata bagi Desa Nusadadi adalah posisinya yang berada di zona merah rawan banjir. Setiap tahun, warga hidup dalam kewaspadaan saat musim penghujan tiba. Banjir tidak hanya merendam pemukiman, tetapi juga menghancurkan lahan pertanian yang menjadi sandaran hidup utama. Kerugian material akibat gagal panen dan kerusakan harta benda menjadi beban berat yang harus ditanggung berulang kali. Kondisi ini menuntut adanya solusi jangka panjang yang lebih fundamental.

Wacana mengenai relokasi warga dari area yang paling parah terdampak, seperti Grumbul Nusapeninda, sempat mengemuka, namun realisasinya menghadapi tantangan yang kompleks terkait ketersediaan lahan dan aspek sosial-ekonomi warga. Oleh karena itu, fokus saat ini lebih diarahkan pada upaya adaptasi dan mitigasi struktural. Pembangunan dan penguatan tanggul di sepanjang Sungai Reja dan Sungai Angin menjadi harapan terbesar masyarakat. Normalisasi sungai untuk meningkatkan kapasitas tampungnya juga menjadi solusi yang mendesak untuk mengurangi dampak luapan air.

Di tengah tantangan tersebut, terselip harapan dan optimisme. Semangat gotong royong dan solidaritas sosial yang tinggi menjadi modal utama masyarakat untuk bertahan dan bangkit. Kemampuan mereka untuk terus produktif di sektor pertanian dan kerajinan menunjukkan daya juang yang luar biasa. Dengan perhatian yang lebih besar dari pemerintah supra-desa untuk solusi banjir yang komprehensif, serta penguatan program pemberdayaan ekonomi yang adaptif, Desa Nusadadi memiliki potensi untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang menjadi desa yang sejahtera dan tangguh bencana.